Pages
▼
Pages
▼
Minggu, 04 Oktober 2015
Balaghoh Tauriyah
التورية
MAKALAH
Disusun
guna memenuhi tugas
Mata
kuliah: Balaghah
II
Dosen
pengampu: Mahfudz Shiddiq Lc, M.Ag
Disusun
Oleh:
Iip
Kasipul Qulub 113211025
Khairun
Niam 113211026
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
التورية
I.
Pendahuluan
Ilmu Badi’ adalah ilmu yang dengannya diketahui segi-segi dan
keistimewaan-kestimewaan yang dapat membuat kalimat semakin indah, bagus dan
menghiasinya dengan kebaikan dan keindahan, setelah kalimat tersebut sesuai
dengan situasi dan kondisi serta jelas akan makna yang dikehendaki. Secara
garis besar Ilmu Badi’ mempunyai dua objek kajian, yaitu al-muhassinat
al-lafdziyyah (keindahan ujaran) dan al-muhassinat al-ma’nawiyyah (keindahan
makna).
Salah satu dari objek kajian al-muhassinat al-ma’nawiyyah (keindahan
makna) yaitu at-Tauriyyah, dalam kesempatan ini kami sebagai pemakalah
akan menjelaskannya dalam makalah berikut.
II.
Rumusan Masalah
A.
Apa
Pengertian Tauriyah?
B.
Apa
saja Macam-macam Tauriyah?
III.
Pembahasan
A.
Pengertian Tauriyah
Secara leksikal Tauriyah bermakna tertutup atau tersembunyi.[1] Kata ini secara etimologi
merupakan bentuk masdar dari akar kata “ورّى”. Dalam bahasa Arab
biasa terucap وَرَّيْتُ
اْلخَبَرَ تَوْرِيَةً (saya menutupi berita itu dan
menampakkan lainnya).[2]
Sedangkan secara istilah menurut Ali Jarim dan Musthafa Amin dalam kitabnya
al-Balaghah al-Wadhihah, Tauriyah adalah:
“Si pembicara menyampaikan satu kata dalam bentuk
tunggal,yang mempunyai dua makna; pertama, makna dekat dan jelas yang tidak
dimaksudkan; kedua, makna yang jauh dan samar yang dimaksudkan.”
Yang dimaksud dengan “makna dekat” yaitu
makna sebuah kata yang paling mudah dan cepat terlintas dalam pikiran kita.
Sedangkan “makna jauh” yaitu makna yang tidak mudah dipahami kecuali setelah
melalui pemikiran lebih dalam.
Contoh 1: Dalam al-Quran Surat Thaha: 5, Allah SWT
berfirman:
ß`»oH÷q§9$#n?tãĸöyèø9$#3uqtGó$#
"Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy"
Kata yang menunjukan tauriyah di
sini adalah “uqtGó$#” memiliki dua makna: pertama, bersemayam (makna dekat), kedua,
menguasai dan memiliki (makna jauh), dan yang kedua merupakan makna yang
sebenarnya yang dimaksudkan.
Contoh 2: Jawaban Abu Bakar as-Shiddiq ketika perjalanan Hijrah
bersama Nabi Muhammad SAW, ketika di perjalanan itu ada seseorang bertanya
kepada Abu Bakar “Siapa dia?”, sahabat Abu Bakar menjawab “dia seorang yang
menunjukan jalan”. Orang itu mengira bahwa yang dimaksud adalah Guide/pekerja
penunjuk jalan (makna dekat), padahal maksud Abu Bakar adalah yang menunjukan
jalan kebaikan (makna jauh).[4]
B.
Macam-macam Tauriyah
Tauriyah terbagi menjadi empat macam[5], yaitu:
1.
Tauriyah
Mujarradah
Tauriyah Mujarradah ialah
tauriyah yang tidak dibarengi dengan sesuatu (ungkapan) yang sesuai
dengan dua macam makna (makna dekat dan makna jauh).
Contoh: Jawaban Nabi Ibrahim ketika ditanya Tuhan tentang istrinya,
ia mengatakan “هذه
أختي“ (ini saudariku).Kata“أختي” dalam konteks
kalimat ini mengandung dua makna: pertama, makna dekat yang mudah
dipahami, yaitu saudarikuأختي
في النسب sedangkan makna kedua, yaitu saudariku
seagama أختي في الله. Dan yang dimaksudkan
oleh lafadz tersebut adalah makna jauh atau makna kedua.
Pada kalimat di atas terdapat ungkapan tauriyah
yaitu kata “أختي“. Pada contoh di atas
tidak terdapat kata-kata (ungkapan) yang sesuai dan munasabah untuknya.
2.
Tauriyah
Murasysyahah
Tauriyah Murasysyahah ialah suatu tauriyah
yang setelah itu dibarengi dengan
ungkapan yang sesuai dengan makna yang dekat. Tauriyah ini dinamakan Murasysyahah
karena dengan menyertakan ungkapan yang sesuai dengan makna dekat, menjadi
lebih kuat. Sebab makna yang dekat tidak dikehendaki, jadi seolah-olah makna
yang dekat itu lemah, apabila suatu yang sesuai dengannnya disebutkan maka ia
menjadi kuat.
Contoh:
Dalam al-Quran surat al-Dzariyat:47, Allah SWT berfirman:
uä!$uK¡¡9$#ur$yg»oYøt^t/7&÷r'Î/$¯RÎ)urtbqãèÅqßJs9
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan
(Kami) dan Sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa”
Pada ayat di atas terdapat ungkapan tauriyah, yaitu pada
kata7&÷r'Î/. Kata tersebut mengandung kemungkinan diartikan dengan tangan,
yaitu diberi makna anggota tubuh, dan itulah makna yang dekat. Sedangkan makna
jauhnya adalah kekuasaan. Selain itu disebutkan juga ungkapan yang sesuai dengan
makna yang dekat itu dari segi untuk menguatkan, yaitu kata$yg»oYøt^t/. Namun demikian pada ayat diatas ungkapan tauriyah
mengandung kemungkinan makna jauh yang dikehendaki.
3.
Tauriyah
Mubayyanah
Tauriyah Mubayyanah adalah
salah satu jenis tauriyah yang disebutkan padanya ungkapan yang sesuai
untuk makna yang jauh. Dinamakan mubayyanah karena ungkapan tersebut
dimunculkan untuk menjelaskan makna yang ditutupinya. Sebelum itu makna yang
dimaksudkan masih samar, sehingga setelah disebutkan kelaziman makna yang
dikehendaki menjadi jelas.
Contoh: Ucapan Seorang penyair
يا من رآني بالهموم مطوقًا #
وظللتُ من فقدي غصون في شجونٍ
“Hai orang yang
melihat aku dikelilingi kesedihan, ketika aku tidak ada ranting-ranting itu
berlindung pada dahan yang rindang cabangnya berbelit-belit”
Kata “شجون” pada syi’ir di atas bersifat ambigu, karena memiliki
dua makna: pertama, yaitu kesedihan (makna dekat), makna kedua, dahan
yang rindang (makna jauh) dan ini makna yang dikehendaki.
4.
Tauriyah
Muhayyaah
Tauriyah Muhayyaah ialah
tauriyah yang tidak terwujud kecuali dengan lafadz sebelum atau
sesudahnya. Jadi muhayyaah terbagi menjadi dua bagian:
1). Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz yang terletak
sebelumnya. Contoh: Syair Sirajuddin al-Warraq
أَصونُ أديمَ وجهِيْ عن أناسٍ #
لقاءُ الموتِ عندهُمْ الأديبُ
وربُّ الشعرِ عندهم بغيضٌ # ولو
وافِي بهِ لهم حبيبٌ
“Aku memelihara kulit mukaku dari banyak orang bertemu, mati menurut mereka adalah
sesuatu yang beradab, pengarang menurut mereka adalah orang yang dibenci meski
yang datang kepada mereka itu adalah orang yang dicintai.”
Kata “حبيبٌ” pada syi’ir di atas memiliki dua makna: pertama, orang
yang dicintai (makna dekat) dan mudah dipahami oleh hati pendengar karena
sebelumnya ada kata “بغيضٌ”, maknakedua adalah nama AbuTamam seorang
penyair yaitu Habib bin Aus (makna jauh). Dan makna ini yang dikehendaki
penyair.
2). Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz
yang sesuai sesudahnya.
Contoh:
أنهُ كانُ يحركَ الشمالُ باليمينِ
“Sesungguhnya ia
menggerakkan baju lapang yang menyelubungi seluruh badan dengan tangan kanan.”
Kata الشمال pada contoh di atas
memiliki dua makna, yaitu: pertama, tangan kiri (makna dekat) kedua, baju
longgar yang menyelubungi seluruh tubuh (makna jauh) dan ini makna yang
dikehendaki, akan tetapi makna ini tidak kelihatan jelas karena tertutupi oleh
kata sesudahnya yaitu اليمين yang berarti tangan
kanan.[6]
IV.
Kesimpulan
Tauriyah secara leksikal
bermakna tersembunyi. Sedangkan pengertiannya dalam terminologi ilmu balaghah
adalah suatu lafadz yang mempunyai makna ganda, makna
pertama dekat dan jelas akan tetapi tidak dimaksud, sedangkan makna kedua jauh
dan tersembunyi, akan tetapi makna itulah yang dimaksud.
Tauriyah terbagi
menjadi 4 macam, yaitu: Tauriyah Mujarradah, Tauriyah Murasysyahah, Tauriyah
Mubayyanah dan Tauriyah Muhayyaah yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu: pertama,
Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz yang terletak sebelumnya. kedua,
Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz yang sesuai sesudahnya.
V.
Penutup
Demikian makalah yang kami sampaikan. Dengan harapan semoga
dapat bermanfaat bagi semua pihak. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan demi
kemaslahatan kita semua. Dan semoga kita bisa mengambil hikmahnya.
Daftar Pustaka
al-Hasyimi, Ahmad, Jawahirul Balaghah fil Ma’ani wal Bayan wal Badi’, Beirut: al-Maktabah
al-Ashriyah, 1999.
al-Jarim, Ali, Musthafa Amin, al-Balaghah al-Wadhihah, Jakarta:
Raudhah Press, 2007.
‘Atiq, Abdul
Aziz fil Balaghah al-Arabiyah Ilmu Badi’, Beirut: Daar an-Nahdlah
al-Arabaiyah, 1985.
Qullas, Ahmad, Taisirul
Balaghah, Jeddah: as-Saghar, 1995.
[1]Ahmad Qullas, Taisirul
Balaghah, (Jeddah: as-Saghar, 1995), hlm. 150.
[2]Abdul Aziz
Atiq, fil Balaghah al-Arabiyah Ilmu Badi’, (Beirut: Daar an-Nahdlah
al-Arabaiyah, 1985), hlm. 122.
[4]Abdul Aziz
Atiq, fil Balaghah al-Arabiyah Ilmu Badi’, hlm. 126.
[5]Ahmad
al-Hasyimi, Jawahirul Balaghah fil Ma’ani
wal Bayan wal Badi’, (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyah, 1999), hlm.
300-301.
[6]Ahmad
al-Hasyimi, Jawahirul Balaghah fil Ma’ani
wal Bayan wal Badi’, hlm. 300-301.