Pages

Pages

Minggu, 04 Oktober 2015

Balaghoh al Kinayah

الكناية

MAKALAH
Disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:  Balaghah II
Dosen Pengampu: Mahfudz Shiddiq, Lc., MA.











Disusun oleh:

Ahmad Abidin                      113211017
Any Fikriya Nita P.S            113211018




FAKULTAS  ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014


I.         PENDAHULUAN
Ilmu balaghah adalah sebuah ilmu yang harus dipelajari dan dikuasai oleh orang Islam dalam rangka untuk memahami keindahan teks-teks Arab, salah satunya Al Qur’an.
Dalam ilmu balaghah sendiri terdapat 3 macam pembahasan, yakni ilmu bayan, ilmu ma’ani dan ilmu badi’. Ilmu bayan adalah ilmu yang mempelajari cara-cara mengemukakan suatu gagasan dengan berbagai macam redaksi, yang dapat secara detail membahas isi dalam kandungan Al Qur’an. Dalam ilmu bayan terdapat banyak pembahasan salah satunya kinayah.
Keberadaan kinayah menjadi penting karena banyak sekali teks-teks arab yang menggunakan kinayah untuk memperindah makna.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian kinayah?
B.     Ada berapa macam pembagian kinayah?
C.     Apa saja tujuan kinayah?

III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian kinayah
Secara bahasa kinayah berasal dari lafadz كنا- يكنو/ كنى- يكنى- كناية   yang berarti menerangkan sesuatu dengan perkataan lain atau mengatakan dengan kiasan atau sindiran.[1]

Sedangkan secara istilah kinayah adalah:

الكناية هي لفظ أطلق وأريد به لازم معناه مع جواز إرادة المعنى الأصلى غالبا[2]

“Al kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya, disamping boleh juga yang dimaksud pada arti yang sebenarnya.”

Sedangkan Zamakhsyary mengatakan kinayah adalah menyebutkan sesuatu bukan dengan menggunakan lafadz yang sebenarnya.”[3]
Contoh:
ألقى فلانٌ عصاهُ                                                    
Fulan telah melemparkan tongkatnya
Contoh:
فلانةُ بعيدةُ مهوى القُرْطِ
Si Fulanah adalah wanita yang jauh tempat turun tempat antingnya.
                          
B.     Pembagian kinayah
1.      Dilihat dari segi maknanya kinayah terbagi menjadi tiga, yaitu:[4]
a.       كناية عن صفة
Kinayah Sifat adalah kinayah yang berupa sifat. Mukanna ‘anhunya berupa sifat yang menetap di maushufnya( menentukan sifat untuk maushuf)
Kinayah sifat sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:
1)      Kinayah qaribah yaitu kinayah yang perpindahan makna dari lafadz yang di kinayahkan (mukanna‘anhu) kepada lafadz kinayah (mukanna bih) tanpa melalui perantara.
Contoh:
فلان ثوبه طويل, وقلنسوته كبيرة, وحذاؤه يتّسع لقدميه أي هو طويل القامة, عظيم الرأس, كبير القدم
Fulan panjang bajunya, besar songkoknya, dan luas sepatu untuk kakinya yang bermakna perawakannya tinggi, besar kepala, besar telapaknya.

Contoh dalam firman Allah QS.Nuh ayat 7:
 وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْوَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا
“Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.” (Nuh: 7)

2)      Kinayah ba’idah yaitu kinayah yang perpindahan makna dari lafadz yang di kinayahkan (mukanna ‘anhu) kepada lafadz kinayah (mukanna bih) melalui perantara.
Contoh:
كثير الرماد yang bermakna banyak abunya. Namun yang dimaksud bukanlah makna yang sebenarnya, melainkan makna lain yang menjadi kelazimannya. Yang dimaksud oleh al Khanza adalah seorang yang banyak abunya banyak menyalakan api, orang yang banyak menyalakan api berarti banyak memasak, orang yang banyak memasak berarti banyak tamunya, orang yang banyak tamunya berarti dermawan.
b.     كناية عن موصوف
Kinayah maushuf yaitu kinayah yang mukanna ‘anhunya berupa maushuf. Pada kinayah ini di syaratkan sifatnya harus khusus untuk maushuf.

Contoh:
  تطورت وسائل الانتقال والسفر من سفينة الصحراء إلى ماخرة البحار ومن ذوات الصهيل إلى بنات الهواء
“Alat transportasi dan perjalanan kini telah berevolusi dari perahu padang pasir menjadi pembelah lautan dan dari kendaraan meringkik menjadi anak-anak udara”..
c.      كناية عن نسبة
Kinayah nisbah yaitu kinayah yang mukanna ‘anhunya atau lafadz-lafadz yang dikinayahkan adalah maushuf.
 متقرب من صاحبي فإذا مشت      في عطفه الخيلاء لم أتقرب
“aku (selalu) mendekati sahabatku, namun jika kesombongan mengalir dalam emosinya maka aku tidak mendekatinya”
Emosi = orangnya.
2.      Dilihat dari segi perantara (media) atau kelazimannya, kinayah terbagi menjadi empat,yaitu:[5]
a.       Ta’ridh ( تعريض )
Yaitu perkataan untuk menunjukkan suatu makna yang tidak disebutkan (tidak terang maksudnya)
Contoh: 
المسلم من سلم المسلمون من لسانه
”Seorang muslim yang sebenarnya adalah yang tidak mengganggu muslim yang lainnya dengan lisan dan tangannya” 
Contoh tersebut mengisyaratkan tiadanya sifat islam dari orang yang menyakiti.
b.      Talwih  (تلويح )
Yaitu kinayah yang diantara mukanna bih dan mukanna ‘anhu terdapat media atau perantara yang banyak.
Contoh:
وَمَا يَكُ فِيَّ مِنْ عَيْبٍ فَإِنَّى # جَبَانُ الكَلْبِ مَهْزُوْلُ الْفَصِيْلِ
“padaku tidak terdapat aib # Karena aku adalah pengecut anjingnya dan kurus anak sapinya.”

Pada syi’ir tersebut terdapat ungkapan “جَبَانُ الكَلْبِ” dan “مَهْزُوْلُ الْفَصِيْلِ”. Kedua ungkapan ini pada dasarnya menggunakan gaya bahasa kinayah. Kedua ungkapan ini bermakna seseorang yang mulia. 

c.       Ramz  ( رمز )
Yaitu kinayah yang diantara mukanna bih dan mukanna ‘anhunya terdapat sedikit media atau perantara.
Contoh:
 فُلَانُ عَرِيْضُ القَفَا وَعَرِيْضُ الوِسَادَةْ 
Si fulan lebar tengkuknya dan lebar bantalnya
sebagai kinayah untuk mengungkapkan orang idiot atau bodoh.

d.      Imak atau isyaroh ( الإيماء أو الإشارة )
Yaitu kinayah yang diantara mukanna bih dan mukanna ‘anhunya tidak banyak terdapat media atau perantara,dan tidak samar.
Contoh:
فاصبح يقلب كفيه على ما انفق فيها وهي خاوية) الكهف : ٤٣(
“maka ia membolak-balikkan kedua telapak tangannya terhadap apa yang ia infakkan, sedangkan telapak tangannya itu kosong”.

Pada ayat di atas terdapat ungkapan “يقلب كفيه” makna asal ungkapan tersebut adalah ‘membolak-balikkan kedua telapak tangannya’. Ungkapan tersebut merupakan ungkapan kinayah yang maksudnya menyesal. 

C.     Tujuan kinayah
Adapun tujuan dari kinayah adalah:
1.      Menjelaskan
Kinayah ini digunakan untuk menggambarkan satu peringatan dengan gambaran yang tampak dan kelihatan, seperti ungkapan dibawah ini:
قَرَعَ اَحْمَدٌ سِنَّهُ
Ahmad menghentakkan giginya (marah)

2.      Meringkas kalimat
Ungkapan kinayah bisa digunakan untuk meringkas suatu kalimat atau ungkapan yang panjang.
Contoh:
فُلَانٌ مَهْزُوْلُ الْفَصِيْلِ
Si Fulan itu kurus anak sapinya

Contoh firman Allah  dalam surat Al Baqarah ayat 24

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا فَاتَّقُوْاالنَّارَ الَّتِي وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّ تْ لِلْكَافٍرِيْنَ ( البقرة : ٢٤)
Artinya: ”Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) – dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya). Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir”

Pada ayat فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا ungkapan diatas merupakan ringkasan dari
اي فإن لم تأتوا بسورة من مثله. فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا

3.      Mengganti dengan kata-kata yang sebanding karena dianggap jelek
Penggunaan kinayah dalam mengungkapkan suatu ide bisa juga bertujuan untuk mengganti suatu kata yang dianggap jelek untuk diucapkan.
Contoh:
هوثقيل السمع
Dia berat pendengarannya

4.      Memelihara kesopanan (Menghindari kata-kata yang dianggap malu untuk diungkapkan)
Jika seseorang ingin mengungkapkan suatu gagasan dan dia menganggap bahwa kata-kata yang diucapkannya kotor atau kurang sopan untuk diucapkan, atau karena dia malu mengungkapkannya, maka bias menggunakan bahasa lain sebagai kinayah atasnya.
Contoh: اَوْلمَسْتُمُ النِّسَاءَ   yakni اَوْ جَامَعْتُمُ النِّسَاءَ  menurut sebagian tafsir atau اَلآنَ بَاشِرُوْهُنَّ  yakni  الآنَ جَامِعُهُنّ

5.      Menutupi nama orang
Seperti: اَهْلُ الدَّارِ  yang artinya penghuni rumah sebagai bentuk kinayah dari istrinya.[6]





IV.   PENUTUP
a.      Kesimpulan
1.      Kinayah secara bahasa yaitu menerangkan sesuatu dengan perkataan lain atau mengatakan dengan kiasan atau sindiran
Sedangkan secara istilah kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya, disamping boleh juga yang dimaksud pada arti yang sebenarnya.
2.      Pembagian kinayah
Dilihat dari maknanya:
a.       كناية عن صفة : كناية قريبة, كناية بعيدة
b.     كناية عن موصوف
c.      كناية عن نسبة
Dilihat dari segi perantara:
a.       Ta’ridh ( تعريض )
b.      Talwih  (تلويح )
c.       Ramz  ( رمز )
d.      Imak atau isyaroh ( الإيماء أو الإشارة )
3.      Tujuan kinayah:
a.       Menjelaskan
b.      Meringkas kalimat
c.       Mengganti dengan kata-kata yang sebanding karena dianggap jelek
d.      Memelihara kesopanan (Menghindari kata-kata yang dianggap malu untuk diungkapkan)

b.      Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, banyak kekurangan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat pemakalah harapkan demi kebaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Akkafi, In’am Fawwal, ‘Al Mu’jamul ufasshal fi Ulumil Balaghah,  Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 2006.
Al Maidani, Abdurrahman Habanakata,  Al Balaghah Al Arabiyyah,  Damaskus: Daarul Qalami, 1993.
At Tarmisy, Dimyati, Syarah Al Jawahir Al Maknun fi Ilmi Al Bayan, Pacitan: Pengurus Islam Pondok Termes, Tth.
Hasymi, Ahmad,  Jawaahir Al Balaghah, Beirut: Darul Fikri, 1994.
Qalasy, Ahmad,  Taisir Al Balaghah (Madinah al Munawwarah: at thabi’ah ats tsaniyah,1995.
Yunus, Mahmud,  Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidayah Karya Agung, 1990



[1] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, ( Jakarta: Hidayah Karya Agung, 1990), hlm.384.
[2] Ahmad  Qalasy, Taisir Al Balaghah, (Madinah al Munawwarah: at thabi’ah ats tsaniyah,1995), hlm.122.
[3] In’am Fawwal ‘Akkafi, Al Mu’jamul ufasshal fi Ulumil Balaghah, ( Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 2006), hlm. 383-384.
[4] Ahmad Hasymi, Jawaahir Al Balaghah, ( Beirut: Darul Fikri, 1994), hlm.297-299.
[5] Abdurrahman Habanakata Al Maidani, Al Balaghah Al Arabiyyah, ( Damaskus: Daarul Qalami, 1993), hlm.140-141.
[6] Dimyati At Tarmisy, Syarah Al Jawahir Al Maknun fi Ilmi Al Bayan, (Pacitan: Pengurus Islam Pondok Termes,Tth), hlm.48.

2 komentar: