Pages

Pages

Minggu, 04 Oktober 2015

Balaghoh Tasybih

التشبيه

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Balaghah II
Dosen pengampu: Mahfudz Shiddiq Lc, MAg


Disusun Oleh:
Achmad Zuhri                       113211001
Anis Ulfatush shihhah          113211004

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

I.            PENDAHULUAN
Balaghah merupakan ilmu yang mendatangkan makna yang agung dan jelas, dengan ungkapan yang benar dan fasih, memberi  kesan yang mendalam di dalam hati dan sesuai dengan situasi, kondisi dan terhadap orang – orang yang diajak bicara.
Menurut pembagiannya, balaghoh dibagi menjadi 3 : ilmu bayanilmu badi’ dan ilmu ma’any, Ilmu Bayan yaitu Ilmu yang membahas stalistika atau gaya bahasa Arab. Ilmu badi’ adalah ilmu yang mempelajar segi estetika sebuah kalimat baik yang terdapat dalam puisi maupun prosa sehingga akan diketahui nilai I’jaz atau keistimewaan didalamnya. Ilmu ma’any adalah ilmu yang membahas tentang lafadz-lafadz bahasa Arab sesuai dengan konteks situasinya.
Bagian dari ilmu balaghah ada ilmu yang disebut ilmu bayan, yang mana dengan ilmu ini maka jelaslah apa yang dimaksud dari pembicara, tasybih juga merupakan salah satu cabangan dari ilmu bayan ini. Ia didefinisikan sebagai penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain, penjelasan tersebut menggunakan huruf kaf yang artinya seperti atau sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat.
Unsur tasybih ada empat, yaitu musyabbah (yang diserupakan), musyabbah bih (yang diserupai), adat tasybih (huruf atau kata yang menyatakan penyerupaan), dan wajah syabah ( sifat yang ada pada kedua belah pihak). Berikut ini kami ingin menjelaskan tentang macam-macam tasybih , sehingga kita memahami dengan detil bagian serta contoh-contoh tasybih tersebut.

II.         RUMUSAN MASALAH
A.    Apa saja pembagian Tasybih ?
B.     Seperti keindahan Tasybih ?
C.     Bagaimana jika Tasybih tidak sesuai dengan ketentuannya?

III.      PEMBAHASAN
A.    Pembagian Tasybih
1.      Pembagian Tasybih  dilihat dari keadaan ta’addudnya

وباعتبارعدد ملفوف أو # مفروق أو تسوية جمع رأوا
Tasybih dengan melihat berbilangannya musyabbah dan musyabbah bih itu di bagi empat, yaitu :  1. Tasybih malfuf, 2. Tasybih mafruq, 3. Tasybih taswiyah, 4. Tasybih jam’u[1].
a.   Tasybih malfuf
Yaitu mengumpulkan musyabbah dengan musyabbah dan musyabbah bih dengan munyabbah bih. Contoh :
كأن قلوب الطير رطبا و يابسا # لدى و كرها العناب والحشف البالي
Seakan-akan hati-hati burung, yang basah dan yang kering, yang ada disarangnya itu seperti anggur dan kurma busuk.

b.   Tasybih mafruq
Yaitu mengumpulkan musyabbah dan musyabbah bih lalu mendatangkan musyabbah  dan musyabbah bih yang lain.
النشر مسك والوجوه دنا # نير و أطراف الاكف عنم
Semerbak harum wanita itu laksana minyak kasturi, wajah-wajahnya itu laksana uang dinar dan jarinya yang lentik itu laksana dahan kayu merah yang halus.

c.    Tasybih taswiyah
Yaitu apabila musyabbahnya banyak sedangkan musyabbah bihnya hanya satu.
صدغ الحبيب و حالي # كلاهما كالليالي
Rambut kekasih yaang terurai jatuh ke pelipis dan keadaanku, keduanya laksana  malam.

d.   Tasybih jamak
Yaitu apabila musyabbah bihnya banyak, sedangkan musyabbahnya hanya satu.
كأنما يتبسم عن لؤلؤ # منضض او إقاح
Bila ia tersenyum, giginya yang tampak laksana mutiara yang terangkai atau laksana hujan es atau laksana tumbuhan iqoh.

2.      Pembagian tasybih dilihat dari  syabbahnya
ومنه باعتباره ايضا قريب # وهو جلي الوجه عكسه الغريب
لكثرة التفصيل أو لندرة     # في الذهن كالتركيب في كنهية
·      Dan sebagaian dari tasybih yang memandang syabbahnya dibagi dua, yaitu:  1. Tasybih Qorib, 2. Tasybih ghorib.
·      Ketidak jelasan wajah syabbah itu disebabkan banyaknya perincian atau karena langka wujudnya didalam hati.
a.      Tasybih Qorib
Yaitu tasybih  yang tidak membutuhkan angan-angan dan pikiran karena wajah syabbahnya sudah jelas sejak permulaan. Contoh :
خده  كالورد  : pipinya seperti bunga mawar
وجهه كالبدر  : wajahnya seperti bulan purnama

b.      Tasybih Ghorib
Yaitu tasybih  yang membutuhkan pemikiran dan angan-angan karena samarnya wajah syabah sejak permulaannya. Contoh ;
والشمس كالمرأة في الأشل
Matahari itu laksana cermin digenggaman orang jimpe

3.      Tasybih dilihat dari juznya (musyabbah dan musyabbah bih) dibagi 4, yaitu :
a.       Tasybih mufrod bi al mufrod, contoh:
 خدها كالورد[2]
وكقوله تعالى : هنّ لباس لكم وانتم لباس لهنّ (البقرة : ١٨٧)[3]
b.      Tasybih mufrod bi al murakkab (menyamakan sesuatu yang mufrod dengan sesuatu yang tersusun/terkumpul), contoh :
وجهها كالقمر في الليلة الخامسة عشرة
c.       Tasybih murakkab bi al murakkab, contoh :
كأنّ مثار النقع فوق رؤوسنا # وأسيافنا ليل تهاوى كواكبه[4]
Debu yang berterbangan dan pedang diatas kepala kita bagaikan malam yang berjatuhan bintangnya.
d.      Tasybih murakkab bi al mufrod, contoh : كأنّ وجه زيد حين يضحك بدر

B.     Mahasin Attasybih
Dalam membuat tasybih, musyabbah harus diserupakan dengan sesuatu yang lebih unggul darinya. Maka dalam membuat tasybih harus mentaqdirkan lafadz افعل ,jika tidak maka tasybih tersebut tidak termasuk tasybih yang baligh, seperti kalimat  زيد اسد  (contoh tasybih yang tersimpan adat tasybinya), zaid diserupakan seperti harimau yang pada hakikatnya harimau lebih berani (اشجع) daripada zaid.[5]
Termasuk pesona tasybih, sabda Allah dalam al qur’an “وجعلنا الليل لباسا” malam diserupakan seperti pakaian karena sifat malam dapat menutupi seseorang yang ingin melarikan diri dari penglihatan musuh.[6]
Termasuk pesona tasybih dengan menyertakan adat tasybih, sabda nabi Muhammad saw. :
مثل المؤمن الذي يقرأ القران كمثل الأترجة طعمها طيب وريحها طيب,
 ومثل المؤمن الذي لا يقرأ القران كمثل التمرة طعمها طيب ولا ريح لها,
ومثل المنافق الذي يقرأ القران كمثل الريحانة ريحها طيب ولا طعم لها,
ومثل المنافق الذي لا يقرأ القران كمثل الحنظلة لا ريح لها وطعمها مرّ" (تشبيه المركب بالمركب)
Rasulullah menyerupakan :
1.      orang mukmin yang membaca al quran dengan buah utrujah yang juga mempunyai dua sifat yaitu rasanya enak dan baunya harum.
2.      Orang mukmin yang tidak membaca al quran diserupakan dengan buah kurma, rasanya enak namun tidak memiliki bau yang harum
3.      Orang munafiq yang membaca al quran diumpamakan seperti bunga telasih, baunya harum namun tak memiliki rasa
4.      Orang munafiq yang tidak membaca al quran diumpamakan seperti handholah (sejenis labu-labuan), tidak berbau harum dan rasanya pahit.[7]

C.    ‘Uyub Attasybih
Telah dijelaskan di atas bahwa dalam membuat tasybih, hendaknya mentasybihkan sesuatu dengan sesuatu yang lebih unggul, seperti menyerupakan yang bagus dengan yang lebih bagus, yang buruk dengan yang lebih buruk,dan yang jelas dengan yang lebih jelas, jika tidak demikian maka tasybih tersebut adalah tasybih naqis, seperti kalimat محمد مصباح , seharunya lafad yang digunakan bukan misbah, melainkan harus menggunakan lafad شمس atau بدر
Dalam membuat tasybih seharusnya menetapkan hukum atau sifat yang terdapat pada musyabbah bih, jika tidak demikian maka akan membuat tasybih cacat dan mengurangi nilai kebalaghohannya.
Contoh :
وخالٍ على خديك يبدو كأنه # سنا البدر في دعجاء باد دجونها
“Tahi lalat di pipimu bagaikan pancaran rembulan di malam yang gelap, Nampak hitamnya”
Sudah barang tentu  warna pipi pada umumnya adalah putih, sedangkan warna tahi lalat adalah hitam,namun sang penyair menyerupakan tahi lalat seperti pancaran bulan purnama, sedangkan pipi yang biasanya putih diumpamakan seperti malam yang gelap, hal ini berbalik dari kenyataan.
Sama halnya jika membuat tasbih dengan sifat yang jauh atau bahkan bertolak belakang, maka juga akan mengurangi nilai kebalaghohannya.
Contoh :
لاتسقيني ماء الملام فانني # صبّ قد استعذبت ماء بكائي
“ jangan kau siram diriku dengan air celaan, sungguh kucuran air mataku telah membuatku tersiksa”
Penyair mengumpamakan celaan seperti air, hal ini bertolak belakang, karena air adalah sesuatu yang disukai, sedangkan celaan adalah sesuatu yang dibenci.[8]

IV.      KESIMPULAN
A.    Pembagian Tasybih  dilihat dari keadaan ta’addudnya
1.      Tasybih malfuf
2.      Tasybih mafruq
3.      Tasybih taswiyah
4.      Tasybih jamak

B.      Pembagian tasybih dilihat dari  syabbahnya
1.      Tasybih Qorib
2.      Tasybih Ghorib


C.       Tasybih dilihat dari juznya (musyabbah dan musyabbah bih)
1.      Tasybih mufrod bi al mufrod
2.      Tasybih mufrod bi al murakkab
3.      Tasybih murakkab bi al murakkab
4.      Tasybih murakkab bi al mufrod,

D.      Mahasin Attasybih
            Dalam membuat tasybih, musyabbah harus diserupakan dengan sesuatu yang lebih unggul darinya. Maka dalam membuat tasybih harus mentaqdirkan lafadz افعل ,jika tidak maka tasybih tersebut tidak termasuk tasybih yang baligh

E.       Uyub Attasybih
Dalam membuat tasybih seharusnya menetapkan hukum atau sifat yang terdapat pada musyabbah bih, jika tidak demikian maka akan membuat tasybih cacat dan mengurangi nilai kebalaghohannya.

1.           PENUTUP
Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kehaditrat Allah SWT. Yang telah mencurahkan rahmatNYA sehingga makalah ini dapat terselesaikan, dengan kerendahan hati, pemakalah akui makalah ini jauh dari sempurna, banyak kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kebaikan makalah selanjutnya, semoga makalah ini bermanfa’at bagi kita semua amin.













DAFTAR PUSTAKA
Shoyan, M. Sholihuddin, Mabadiul Balaghoh Juz Tsani, Jombang: Darul Hikmah, 2002.
Al Qazwini, Hatib, Al Idloh fi ulum al balaghoh, Beirut: Dar Al Ulum Al Ilmiyah,2010.
As Sayuthi, Jalaluddin Abdurrahman, Syarhu ‘Uqud al juman , Semarang: karya toha putra,tth.
Atiq, Abdul Aziz, ‘Ilmu al Bayan, Beirut : Dar an Nahdloh al Arabiyah,1985.




                [1] M. Sholihuddin Shoyan, Mabadiul Balaghoh Juz Tsani, ( Jombang: Darul Hikmah, 2002), hlm. 128-129
[2]Jalaluddin Abdurrahman As Suyuthi, Syarhu ‘Uqud al juman , (Semarang: karya toha putra,tth), hlm.86
[3] Hatib al Qazwini, Al Idloh fi ulum al balaghoh, (Beirut: Dar Al Ulum Al Ilmiyah,2010), hlm.186
[4] Jalaluddin Abdurrahman As Suyuthi, Syarhu ‘Uqud al juman ,hlm.82
[5] Abdul Aziz Atiq, ‘Ilmu al Bayan,(Beirut : Dar an Nahdloh al Arabiyah,1985), hlm.119
[6] Abdul Aziz Atiq, ‘Ilmu al Bayan,hlm.120
[7] Abdul Aziz Atiq, ‘Ilmu al Bayan,hlm.129
[8] Abdul Aziz Atiq, ‘Ilmu al Bayan,hlm.130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar