الأسلوب تعريفه و انواعه
I.
PENDAHULUAN
Setiap
bahasa memiliki uslub atau gaya bahasa masing-masing, begitu pula Bahasa
Arab. Karena keberagaman uslub itulah yang menjadikan setiap pribadi
tertarik untuk mengkajinya dengan berbagai tujuan yang menggerakkan hatinya
untuk hal tersebut. Orang dapat dikatakan profesional, apabila mampu menggunakan uslub-uslub
yang relevan dengan pendengar serta situasi dan kondisi. Untuk itu perlu adanya
pengetahuan mengenai uslub-uslub dari bahasa asing yang ingin dikaji
lebih mendalam.
Oleh karena pentingnya uslub, maka penulis akan
memaparkan makalah tentang Uslub-uslub khususnya bahasa arab yang disertai
dengan pengertian, pembagian dari uslub
itu sendiri, serta korelasinya dengan
ilmu balaghoh. Semoga makalah yang singkat ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimanakah Pengertian Uslub menurut Ilmuwan
Timur dan Barat?
B. Bagaimanakah Kriteria Uslub yang Baik?
C. Ada Berapa Pembagian Uslub
dalam Bahasa Arab ?
D. Bagaimanakah korelasi antara Uslub dan Balagoh?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Uslub
Menurut Ilmuwan
Barat dan Timur
Secara etimologi Uslub berasal dari
kata ( سلب- يسلب- سلبا) yang berarti
merampas, merampok, dan mengupas. Kemudian terbentuk kata uslub yang berarti
jalan – jalan yang memanjang, barisan kurma, dan cara mutakallim dalam
berbicara(menggunakan kalimat). Jika dikatakan ( سلبت أسلوب فلان في كذ) maka artinya adalah aku mengikuti jalan dan madzhab
fulan. Uslub juga bisa berarti fann (seni), ada sebuah ungkapan ( أخذت في أساليب من القول) maka artinya aku mengambil seni-seni ucapan itu.
Secara terminologi para sastrawan uslub Barat dan Timur
memberikan definisi dengan redaksi yang berbeda menurut latar belakang,
kapasitas keilmuwan, serta kebangsaannya. Di antaranya yaitu:
Dalam tradisi Barat ilmu uslub dikenal dengan stilistika. Style berasal dari kata
stilus (latin) yaitu alat tulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat
ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan itu. Pada waktu penekanan dititik
beratkan pada keahlian menulis indah. Akhirnya style berubah menjadi
keahlian dan kemampuan menulis atau menggunakan kata- kata secara indah.
Henry Tarigan mengatakan bahwa gaya bahasa
adalah cara berbicara yang digunakan oleh pembicara dalam menyusun
pembicaraanya dan memilih kosakatanya.
Muhammad
Mansyur dan Kustiawan dalam buku panduan terjemah mengatakan bahwa gaya bahasa
adalah metode yang ditempuh penulis atau pembicara dalam redaksinya untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya
kepada para pembaca atau pendengarnya.[1]
Ada juga yang memberikan definisi sebuah
metode dalam memilih redaksi dan menyusunnya, untuk mengungkapkan sejumlah
makna, agar sesuai dengan tujuan dan pengaruh yang jelas.
.Hazim ‘Ali Kamaluddin dalam bukunya ‘Ilmul Uslub al-Muqorin uslub
atau gaya bahasa atau style ialah:
Cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
Menurut Ali al-Jarim dan Musthafa Amin bahwa uslub adalah:
المَعْنَى المَصُوغُ فِي أَلْفَاظِ
مُؤَلَّفَةٍ عَلَى صُورَةٍ تَكُونُ أَقْرَبَ لِنَيْلِ الْغَرَضِ المَقْصُودِ مِنَ
الكَلَامِ وَ أَفْعَل فِي نُفُوس سَامِعِيهِ[3]
Makna yang terkandung pada kata-kata yang terangkai sedemikian rupa
sehingga lebih cepat mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan lebih
menyentuh jiwa para pendengarnya.
Dari
beberapa definisi uslub yang telah dipaparkan di atas dapat dikatakan
bahwa uslub adalah metode yang dipilih pembicara atau penulis di dalam
menyusun redaksinya untuk mengungkapkan suatu tujuan dan makna, sehingga dapat
mencapai sasaran kalimat yang dikehendaki dan menyentuh jiwa pendengarnya. Dan uslub terdiri dari 3 hal yaitu cara, redaksi dan makna. Dalam
kehidupan sehari- hari kita berkomunikasi dengan orang-orang di sekeliling kita
di rumah, di tempat kerja. Untuk mengungkapakan fikiran , perasaan dan tujuan
digunakanlah bermacam- macam uslub yang sesuai dengan gaya kalimat berita,
pertanyaan, perintah, dan lain-lain tergantung situasi dan kondisi.
B. Kriteria Uslub yang Baik
Uslub yang baik adalah uslub yang
efektif-sesuai definisi di atas-yaitu uslub dapat menimbulkan efek
psikologis, bahkan artistik (keindahan) sehingga dapat menggerakkan jiwa
mukhatab (pendengar) untuk merespon perkataan atau reaksi perbuatan atau
keduanya, sesuai dengan keinginan mutakallim (pembicara).
Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria,
yaitu: bernilai fashahah, sebagaimana telah dijelaskan oleh pemakalah
sebelumnya dan sesuai dengan المقام (situasi kondisi).
Jadi, uslub yang efektif atau uslub yang bernilai balâghah
adalah uslub yang fasih, serta sesuai dengan satu atau lebih aspek
situasi ucapan, yaitu:
1. Tujuan, artinya tujuan apa yang diinginkan mutakallim dari mukhatab dengan
uslubnya tersebut. Tujuan ini harus bersifat jalil.
2. Mutakallim dan mukhatab, artinya perlunya diperhatikan siapa berbicara
dengan siapa, apa status dan peranan masing-masing dalam komunikasi yang
bersangkutan, latar belakang pendidikan, cara berfikir dan sebagainya.
3. Uslub yang disampaikan mutakallim sesuai dengan tempat dan waktu ucapan,
termasuk latar belakang fisik dan lingkungan sosial yang dapat membantu pembaca
atau pendengar dalam memahami dengan jelas apa yang dimaksud oleh mutakallim.
Ketiga kriteria tersebut sebaiknya
diperhatikan pula oleh pembaca atau pendengar, misalnya dalam uslub
sehari-hari:
الساعة الآن الثالثة والنصف
Uslub tersebut dalam مقامtertentu bisa jadi tidak dimaksudkan
sebagai “pemberitahuan bahwa sekarang pukul 15.30”, tetapi dimaksudkan sesuai
dengan situasi dan kondisi seperti berikut:
a. Jika dikatakan oleh seorang ustadz kepada seorang mua’adzin menjelang
datangnya waktu asar, maka kalimat tersebut bermakna “meminta mu’adzin untuk
segera ber-adzan”.
b. Jika dikatakan oleh seorang pegawai kantor kepada temannya yang masih sibuk
bekerja, maka bertujuan “mengingatkan bahwa waktu bekerja telah usai” atau
“mengajak temannya untuk pulang bersama-sama sesuai dengan janji yang telah
dibuat sebelumnya”.[4]
C. Pembagian Uslub
klasifikasi uslub yang berlaku pada bangsa arab secara global
dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:
1. Uslub Ilmiah
Uslub ilmiah merupakan uslub yang paling
mendasar dan paling banyak membutuhkan logika yang sehat serta pemikiran yang
lurus dan jauh dari khayalan syair. Karena uslub ini berhadapan dengan akal dan
berdialog dengan pikiran serta
menguraikan hakikat ilmu yang penuh ketersembunyian dan kesamaran. Kelebihan yang paling menonjol dari uslub ini adalah kejelasannya.
Dalam uslub ini harus jelas faktor kekuatan dan keindahannya.
Kekuatannya terletak pada kejelasan dan ketepatannya dalam argumentasinya.
Sedangkan keindahannya terletak pada kemudahan ungkapannya, kejernihan tabiat
dalam memilih kata-katanya dan bagusnya penetapan makna dari berbagai segi
kalimat yang cepat dipahami. Untuk uslub ini sebaiknya dihindari pemakaian kata
atau kalimat majaz, permainan kata dan badi’ yang dibagus-baguskan kecuali bila
tidak diprioritaskan dan tidak sampai menyentuh salah satu prinsip atau
karakteristik uslub ini.
Jadi, uslub ini harus memperhatikan
pemilihan kata-kata yang jelas dan tegas maknanya serta tidak mengandung banyak
makna, jauh dari aspek subjektif dan emotif. Kata-kata tersebut dirangkai dengan mudah
dan jelas sehingga makna kalimatnya mudah ditangkap serta tidak menimbulkan
banyak perbedaan penafsiran makna dari kalimat tersebut.
Biasanya uslub ini digunakan dalam buku-
buku berwacana ilmiah, buku kuliah,
sekolah dan pendidikan.
2. Uslub Adabi (sastra)
Keindahan merupakan salah satu sifat dan
kekhasan yang paling menonjol dari uslub ini. Sumber keindahannya adalah
khayalan yang indah, imajinasi yang tajam, persentuhan beberapa titik
keserupaan yang jauh di antara beberapa hal, dan pemakaian kata benda atau kata
kerja yang konkret sebagai pengganti kata benda atau kata kerja yang abstrak.
Secara garis besar uslub ini harus
indah, menarik inspirasinya, sangat subjektif, karena ia merupakan merupakan
ungkapan jiwa pengarangnya, sasaran uslub ini adalah aspek emosi bukan logika.
Karena uslub ini digunakan untuk
memberikan efek perasaan pembaca atau pendengar. Oleh karena itu relevansi yang
erat dengan jiwa pengarang dan mengesampingkan teori ilmiah, argumentasi logis,
terminologis ilmiah adalah pedomannya.
Sebagai contoh Al Imam Abu Abdillah Al
Bushiri mengungkapkan tanda- tanda cinta yaitu merahnya pipi dan pucatnya wajah
dengan bunga dalam syair di bawah ini:
فكيف
تنكر حبّا بعد ما شهدت َ& به عليك عدول الدمع والسّقم
وأثبت
الوجد خطّي عبرة وضنى & مثل البهار على خدّيك والعنم
Artinya “ apakah engkau akan mengingkari gelora cintamu?
Setelah derasnya kucuran air mata dan berbagai macam penyakit telah membuktikan
adanya gelora cintamu. Dan apakah engkau akan mengingkari rasa cintamu? Setelah
kesedihan karena gelora asmara telah menetapkan dua tanda yang terang pada
pipimu yaitu merahnya pipimu laksana bunga mawar merah dan pucatnya wajahmu
laksana bunga mawar putih. Maka setiap orang memandangmu pasti mengetahui bahwa
ada cinta di wajahmu.”[5]
Contoh lain al-Mutanabbi tidak memandang sakit panas yang
kambuh seperti dokter memandangnya sebagai akibat masuknya kuman ke dalam tubuh
yang menyebabkan suhu badan naik dan menggigil gemetaran. Setelah kuman itu
bereaksi, maka badan akan mengucurkan keringat, melainkan ia menggambarkannya
sebagaimana terdapat pada beberapa bait syair berikut:
وَزاَئرَتي كَأَنَّ بِهَا حَيَاءً & فَلَيْسَ تَزُوْرُ اِلاَّ فِي
الظَّلاَمِ
بَذَلْتُ لَهَا الْمَطَارِفَ وَالْحَشَايَا & فَعَافَتْهَا وَبَاتَتْ فِي
عِظَامِى
يَضِيْقُ الْجِلْدُ عِنْ نَفْسِي وِعِنْهِا & فَتُوْسِعُهُ بِاَنْوَاعِ
السَّقَامِ
......................................
Sering kali sakit panas yang menghampiriku itu bagaikan seorang dara
pemalu. Ia tidak mau menghampiriku
kecuali di malam hari yang gelap.
Aku upayakan untuknya selalu selendang sutera dan kasur empuk. Namun ia
menolak dan lebih suka menginap di tulangku.
Kulitku terasa sempit untuk menampung nafasku dan ia ternyata membuat
seluruh tubuhku merasakan berbagai macam sakit.[6]
Contoh lain
yaitu
................................................
فأَمْطَرَتْ لُؤْلُؤًا مِنْ نِرْجِسٍ وَسَقَتْ :: وِرْدًا
وَعَضَّتْ عَلَي الْعُنَّابِ بِالْبَرَدِ
Air matanya yang bagaikan butir-butir mutiara bunga barjis turun membasahi
pipinya yang putih kemerah-merahan bagaikan bunga mawar dan jari jemari
tangannya yang lentik itu digigitkan ke giginya yang putih bagaikan salju.
3. Uslub Khithabi(retorika)
Retorika merupakan salah
satu seni yang berlaku pada bangsa arab .Hal yang paling menonjol dalam uslub ini adalah
ketegasan makna dan redaksi, ketegasan argumentasi dan data, serta keluasan
wawasan. Dalam uslub ini seorang pembicara dituntut dapat membangkitkan
semangat dan mengetuk hati para pendengarnya. Keindahan dan kejelasan uslub
ini memiliki peran besar dalam mempengaruhi dan menyentuh hati. Di antara yang memperbesar peran uslub ini adalah status si
pembicara dalam pandangan para pendengarnya, penampilannya, kecemerlangan
argumentasinya, kelantangan dan kemerduan suaranya, kebagusan penyampaiannya
dan ketepatan sasarannya.
Kelebihan lain yang menonjol dalam uslub
ini adalah pengulangan kata atau kalimat tertentu, pemakaian sinonim, pemberian
contoh masalah, pemilihan kata-kata yang tegas dan hendaknya kalimat penutupnya
menggunakan kalimat yang tegas serta meyakinkan. Baik sekali uslub ini bila
diakhiri dengan pergantian gaya bahasa
dari kalimat berita menjadi kalimat tanya, kalimat berita yang menyatakan
kekaguman atau keingkaran.
Sebagaimana potongan khotbah berikut yang
merupakan khotbahnya khalifah Ali bin Abi Thalib yang dapat mempengaruhi dan
menyentuh hati para pendengarnya.
هَذَا أَخُوْ غَامِدٍ قَدْ بَلَغَتْ خَيْلُهُ الْأَنْبَارَ
وَقَتَلَ حَسَّانَ الْبَكْرِيَّ وَأَزَالَ خَيْلَكُمْ عَنْ مَسَالِحِهَا وَقَتَلَ
مِنْكُمْ رِجَالاً صَالِحِيْنَ. وَقَدْ بَلَغَنِى أَنَّ الرَّجُلَ مِنْهُمْ كَانَ
يَدْخُلُ عَلَي الْمَرْأَةِ الْمُسْلِمَةِ وَالْأُخْرَى الْمُعَاهِدَةِ،
فَيَنْزِعُ حِجْلَهَا وَقُلْبَهَا وَرِعَاثَهَا ثُمَّ انْصَرَفُوْا وَافِرِيْنَ
مَانَالَ رَجُلاً مِنْهُمْ كَلْمٌ وِلاَ أُرِيْقَ لَهُمْ دَمٌ، فَلَوْ أَنَّ
رَجُلاً مُسْلِمًا مَاتَ مِنْ بَعْدِ هَذَا أَسَفًا، مَاكَانَ بِهِ مَلُوْمًا،
بَلْ كَانَ عِنْدِي جَدِيْرًا. فَوَاعَجَبَا مِنْ جِدِّ هَؤُلآءِ فِي بَاطِلِهِمْ،
وَفَشَلِكُمْ عَنْ حَقِّكُمْ. فَقُبْحَالَكُمْ حِيْنَ صِرْتُمْ غَرَضًا يُرْمَى،
يُغَارُ عَلَيْكُمْ وَلاَ تُغِيْرُوْنَ، وَتُغْزَوْنَ وَلاَ تَغْزُوْنَ، وَيُعْصَى
اللهُ وَتَرْضَوْنَ.
Ini adalah seorang Bani Ghamid yang dengan pasukan berkudanya telah
mencapai wilayah Anbar, telah menewaskan Hasan al-Bakri, telah melarikan
kuda-kudamu dari kandang-kandangnya, dan membunuh banyak orang shaleh
sepertimu. Telah sampai kepadaku, bahwa salah seorang laki-laki dari mereka
memasuki seorang wanita muslimah dan seorang wanita dzimmi, lalu melucuti
keroncongnya, gelangnya, dan kalungnya. Kemudian mereka seluruhnya pergi dengan
utuh tanpa seorang pun dari mereka yang terluka dan tidak setetes pun darah
mereka tumpahkan. Sungguh, seandainya ada seorang muslim mati menyedihkan
setelah ini, maka tiadalah ia tercela, melainkan menurutku hal itu sangat
patut. Maka sungguh mengherankan perihal kesungguhan mereka dalam kebatilan dan
kelemahanmu dalam kebenaran. Maka alangkah jeleknya ketika kamu menjadi sasaran
keserakahan musuh, kamu diserbu dan kamu tidak berani menyerbu, kamu diperangi
dan kamu tidak berani melawan, dan Allah didurhakai di depan matamu, sedangkan
kamu bertopang dagu.[7]
Sedangkan pembagian uslub /gaya bahasa dalam bahasa indonesia
banyak macamnya dan sulit diperoleh kata sepakat. Henry tarigan membagi gaya
bahasa kepada: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3)
gaya bahasa pertautan dan (4) gaya bahasa perulangan. Setiap gaya bahasa ini
diperinci ke dalam berbagai macam gaya bahasa. Gorys Keraf membaginya kepada:
(1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan nada, (3)
gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan (4) gaya bahasa berdasarkan
langsung tidaknya makna termasuk di dalamnya gaya bahasa retoris dan gaya
bahasa kiasan seperti perumpamaan, personifikasi, dan metafora. Setiap orang
terlebih para tokoh terkenal memiliki gaya tersendiri ketika bercakap,
mengarang, atau ketika berpidato, seperti gaya Bung Karno, gaya Bung Hatta,
gaya Chairil anwar.[8]
Namun jika dikorelasaikan antara pengertian dan pembagian gaya bahasa yang
berada pada Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia banyak kemiripan.
D.
Korelasi Antara Uslub Dan Balaghoh.
Hassan
Tammam dalam al ushul mengatakan bahwa Ilmu balaghoh yang terdiri dari
tiga bidang kajiannya yaitu al maani, al bayan dan al badi’ memiliki hubungan
yang tak terpisahkan dengan uslub/ gaya bahasa. Karena pada hakekatnya
pembahasan ketiga bidang kajian tersebut tiada lain adalah pembahasan tentang
uslub. Walaupun tiap bidang kajian tersebut memiliki pokok-pokok bahasan
sendiri, namun ruang lingkup pembahasan bertemu pada pembahasan tentang gaya
bahasa.
Secara
ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Al-ma’ani membahas
macam-macam uslub dari segi struktur kalimatnya seperti struktur kalimat dalam
nahwu. Bedanya pembahasan struktur dalam nahwu dimulai dari kata dan berhenti
sampai dengan kalimat. Sedangkan pembahasan struktur dalam ma’ani dimulai dari
kalimat dan dilanjutkan dengan hubungan antar kalimat, yaitu hubungan (konteks)
satu kalimat dengan kalimat lain yang terletak sebelumnya dan sesudahnya.
Pembahasannya meliputi: al-ijaz, al-hdzfu, al-qoshru, al-tikroru, dzikru
al-khosh ba’da al- ‘amm wa al- ‘aksu, al-I’tirodh, al-fashlu dan al-iltifat.
2.
Al-bayan membahas
uslub dasar penggunaan bahasa kiasan mulai dari apa yang disebut tasybih(perumpamaan),
isti’aroh lalu majaz( baik mursal maupun aqli) dan
terakhir kinayah (metonomi).
3.
Al badi’ membahas
uslub dan membedakannya atas dasar pertautan,
dan pertentangan, yang melahirkan keserasian, yang pada gilirannya akan
berfungsi sebagai hiasan pada suatu kalam baik hiasan pada bunyi, leksikal atau
hiasan pada makna.[9]
IV.
KESIMPULAN
Uslub atau gaya bahasa merupakan cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas, sehingga dapat mencapai
sasaran kalimat yang dikehendaki dan menyentuh jiwa pendengarnya.
Uslub yang efektif harus memenuhi dua kriteria,
yaitu: bernilai fashahah, dan sesuai dengan المقام (situasi kondisi).
Uslub dalam Bahasa Arab dapat dibagi menjadi tiga
macam yaitu: uslub ilmiah, uslub adabi (sastra) dan
uslub khithabi. Ketiga uslub tersebut memiliki kekhasan
masing-masing sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Uslub dengan balaghoh meliputi ketiga bidang kajiannya
yaitu al-ma’ani, al-bayan, dan al- badi’ memiliki hubungan tak
terpisahkan.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberi manfaat
bagi siapa saja yang membacanya. Tentulah penulis menyadari akan kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak demi perbaikan makalah yang akan datang.
[4] Hidayat,
Al-Balaghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid Min Kalamil Badi’, (Semarang: PT. Karya
Toha Putra, 2002), hlm. 53.
[5]
Muhammad ‘Athiq Nur Ar-Robbani, Tabridul
Burdah Fi Tarjamati Matni Al Burdah,
(Sarang: Albarakah, 2007), hlm.2-3
[6] Ali Al-Jarimi
dan Musthafa Amin, Al-Balaghah Al-Wadhihah, terj, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010),
hlm. 11-12.
[8] Hidayat, Al Balaghoh Li Al Jami’,
(Semarang: Karya Toha Putra , 2002),
hlm. 52
[9]
Ibid, hlm. 64-65
Terima kasih ilmunya. Berkunjung jg ke blog saya :Hahuwa (Belajar Al-Quran dan Bhs Arab)
BalasHapus