MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Balaghoh
Dosen
Pengampu:Mahfudz Shiddiq, Lc, M.Ag
Disusun
Oleh:
Muhammad
Fathoni 113211033
Muhammad
Agus Salim 113211034
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
I.
PENDAHULUAN
Sebagai umat Islam, memahami bahasa Arab adalah salah satu hal yang
sangat penting bagi kehidupan, karena dari bahasa Arab tertulis asas-asas
kehidupan dan keagamaan yang menjadi pegangan di dunia. Al Quran adalah kitab
pedoman yang merangkum segala hal dari semua aspek kehidupan.
Bahasa Arab merupakan bahasa yang memiliki karakeristik yang
berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain. Bahasa Arab mempunyai beberapa komponen
dalam penulisan dan pengucapan. Dalam pengucapan, bahasa arab tidak hanya
sekedar merangkai kata menjadi kalimat. Akan tetapi rangkaian kata tersebut
harus memiliki suatu makna sehingga mampu di pahami oleh pendengar.
Diantara cabang ilmu tata bahasa Arab, balaghoh merupakan ilmu yang
mempelajari tata bahasa dimana ungkapan yang disampaikan dapat dipahami oleh
pendengar. Sebagaimana penghimpunan atau penggabungan kata dalam kalimat yang
dikenal dengan washl. Selain itu, juga beberapa penempatan washl dalam
susunan kalimat akan dijelaskan dalam makalah ini.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
pengertian washl?
B.
Bagaimana
penempatan washl dalam susunan kalimat
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Washl
Washl menurut bahasa ialah menghimpun, menghubungkan atau menggabungkan.
Sedangkan Washl menurut istilah adalah:
الوصل عطف جملة علي أخري بالواو[1]
Mengathafkan
suatu kalimat dengan kalimat yang lain dengan wawu.
Dalam kitab Qowaidu
Lughotu Arobiyyahdi sebutkan,
الوصل عطف جملة علي أخري[2]
Mengathafkan
suatu kalimat dengan kalimat yang lain.
Sedangkan
menurut Syaikh Ya’qub Imil Badi’ dalam kitabnya menyebutkan,
الوصل هو إستخدام واوالعطف بين جملتين[3]
Penggunaaan
wawu athqaf di antara dua kalimat.
Dari uraian
pengertiandi atas dapat disimpulkan, bahwa Washl adalah menggabungkan
dua kalimat dengan huruf athaf.
B. Penempatan
Washl didalam susuna kalimat
Dalam
susunan suatu kalimat adakalanya kalimat tersebut diharuskan untuk menghubungkandengan
kalimat berikutnya. Dan adakalanya dipisah (fashl). Diantara kalimat
yang mengaharuskan untuk diwashl dalam kalimat adalah sebagai berikut:
1. Saling
berhubungan didalam i’rabnya.
Contohnya:
زيد قام أبوه وقعد أخوه[4]
Ayahnya Zaid bediri dan saudaranya duduk.
Pada
contoh berikut, lafal قام dan قعد menjadi fiil dan
lafal أبوه dan أخوهmenjadi failnya. Keduanya sama-sama dalam keadaan
rafa’ dan di sambung dengan huruf athaf wawu.
قال أبوالعلاء
المعري:وحبّ العيش أعبد كلّ حرّ * وعلّم ساغيا أكل المرار
Cinta kehidupan itu
memperbudak setiap orang merdeka dan mengajarkan orang yang lapar untuk makan
tumbuh-tumbuhan yang pahit.
Syair diatas mengharapkan dua kalimat tersebut
menduduki I’rob sebagai khobar dari mubtada’ sebelumnya
dan menggabungkan kalimat yang kedua didalam hokum I’robnya.Dan oleh
karena itu wajib washl.
2. Diwajibkan
Washl ketika dua kalimat cocok sebagai kalimat khobar atau insya’danmempunyai
keserupaan yang sempurna tanpa adanya sebab yang menuntut adanya fashl
diantara keduanya. Contoh :
وقال الأحنف بن قيس : لاوفاءَ لكذوبٌ ولا
راحةَ لحسودٌ
Tidak cukup untuk sombong dan tidak berhenti untuk
dengki.
Dalam contoh ini, dua kalimat yang tidak cocokdidalam
kalam khobar dan keduanya serupa di dalam makna dan karena tidak di
temukannya sesuatu yang menuntut fashl maka di wajibkan washl.[5]
3. Adanya Fashl (pemisah) membutuhkan
makna,yaitu dua kalimat yang berbeda
baik berupa kalam khobar dan insya’ dimana diantara
keduanya terdapat kesempurnaan pemisaholeh karena itu wajib fash, sebagaimana
yang telah kita ketahui sebelumnya. Akan tetapi dalam kalimat tersebut terdapat
penghalang dari wajibnya fashlkarena fashl menyusun penggabungan
didalam kebutuhan makna.
Penanya bertanya, “Apakah temanmu telah keluar dari
rumah sakit?” Kemudian dijawab, “Tidak, dan semoga Allah menyembuhkannya”
Ketika orang yang dikenai pertanyaan itu hanya cukup
menjawa "لا" maka hal ini di katakana kalimat khobariyah karena dari
lafal لا mengira-ngirakan kalimat لم تخرج من المستشفي .
Sedangkan kalimat عافاه الله berupa kalimat Insyaiyyah
karena maksud dari kalimat itu adalah do’a. Dan sebagaimana telah diketahui apabila
dua kalimat itu berbeda, maka wajib fashl. Akan tetapi, jika kamu mengatakan, لا, عافاه الله maka hal itu akan di kira sebagai do’a
bagi orang yang dikenai pertanyaan padahal bukan demikian maksudyang
diharapkan. Dan untuk menafikan perasangka ini, didatangkanlah wawu.
Oleh karenanya ulama’ balaghoh mengatakan hal ini
sebagai kamalul inqitho’ yang disertai dengan persangkaan. Mereka
mengatakan demikian, ketika diantara dua kalimat wajib difashl, kecuali
jika ada persangkaan dengan perubahan makna maka hal itu diwajibkan washl.
IV.
KESIMPULAN
Secara bahasa Washl ialah menghimpun, menghubungkan atau
menggabungkan. Sedangkan menurut istilah ulama balaghoh, washl berarti menggabungkan dua kalimat dengan huruf
athaf.
Dalam susunan suatu kalimat adakalanya
suatu kalimat mengharuskan untuk disambungkan dengan kalimat berikutnya. Dan
terkadang ada pula yang dipisah (difashl). Diantara penempatan washl
dalam kalimat adalah sebagai berikut:
1. Saling berhubungan didalam i’rabnya.
2. Diwajibkan Washl ketika dua kalimat
cocok sebagai kalimat khobar atau insya’ dan mempunyai keserupaan
yang sempurna tanpa adanya sebab yang menuntut adanya fashl diantara
keduanya.
3. Adanya Fashl (pemisah) membutuhkan
makna.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat,
semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karenanya bagi pembaca disarankan juga untuk membaca lebih lanjut pada
referensi lain. Saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdurrahman bin Muhammad Al Akhdlori, Taqriraat Al Jauharul
Maknun, (Kediri: Hidayatul Mubtadi’in bil Ma’had Islami Lirboyo,1512)
Ali Al Jaarim
dan Mushtofa Amin,Balaghah Wadhihah, (Banland: Darul Ma’arif, tth)
Fadil Hasan Abbas,Balaghah Funnunuha Wa Afnanuha, (Jami’ah
Ardanivah: Darul Furqon, 1997)
Hifni Bik Nasif
dkk,Qawaid Alughah Al Arabiyah, (Semarang: PT. Toha Putra, tth)
Imil Badi’
Ya’qub, al Mu’ayyin fi al Balaghah,(Beirut : Word Of Books, 2000
[1]Ali Al Jaarim
dan Mushtofa Amin,Balaghah Wadhihah, (Banland: Darul Ma’arif, tth),hlm.
230
[2]Hifni Bik Nasif
dkk,Qawaid Alughah Al Arabiyah, (Semarang: PT. Toha Putra, tth), hlm.
114
[3]Imil Badi’
Ya’qub, al Mu’ayyin fi al Balaghah,(Beirut : Word Of Books, 2000),
hlm. 208.
[4]Abdurrahman bin
Muhammad Al Akhdlori, Taqriraat Al Jauharul Maknun, (Kediri: Hidayatul
Mubtadi’in bil Ma’had Islami Lirboyo,1512), hlm.68
[5]Ali Al Jaarim
dan Mushtofa Amin,Balaghah Wadhihah, (Banland: Darul Ma’arif, tth), hlm.233-234
[6]Fadil Hasan
Abbas,Balaghah Funnunuha Wa Afnanuha, (Jami’ah Ardanivah: Darul Furqon,
1997), hlm. 427
0 komentar :
Posting Komentar